Kamis, 11 Februari 2016

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Unknown
   

Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata khulafa dan rasyidin, khulafa’ itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah Nabi muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat Nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi, Abu Bakar bergelar “Khafilah Rasulillah” atau Khalifah saja (secara harfiyah artinya; orang yang mengikuti, pengganti kedudukan Rosul) . Sedangkan menurut Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A. beliau menjelaskan bahwa Khulafaur Rasyidin secara harfiyah berarti para pemimpin yang jujur dan lurus. Istilah tersebut diberikan kepada Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, Khalifah Umar ibn al-Khattab, Khalifah Usman ibn ‘Affan, dan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Meskipun demikian, perlu dijelaskan bahwa kedudukan Nabi sesungguhnya tidak akan pernah tergantikan, karena tidak ada seorangpun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai saluran wahyu-wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan Tuhan tidak dapat diambil alih seseorang. Menggantikan Rasul (Khalifah) hanyalah berarti memiliki kekuasaan yang diperlukan untuk meneruskan perjuangan Nabi.

Pendalaman Materi

I.       Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (632-634 M)
1.    Biografi
Abu Bakar, lahir pada tahun 573 M dan wafat pada tahun13 H. Bernama asli Abdullah bin Abi Quhafah. Nama aslinya adalah Abdul Ka’bah. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash  Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash Shiddiq (orang yang percaya). Abu Bakar termasuk diantara orang yang paling awal memeluk Islam. Setelah Rasulullah SAW., wafat, Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama Khulafaur Rasyidin pada tahun 632 M.
Abu Bakar dilahirkan di Mekkah dari keturunan Bani Tamim (At Tamimi), suku bangsa Quraish. Abu Bakar ayah dari Aisyah istri Rasulullah SAW., nama lengkapnya adalah 'Abdullah ibn 'Uthman ibn Amir ibn Amru ibn Ka'ab ibn Sa'ad ibn Taim ibn Murrah ibn Ka'ab ibn Lu'ai ibn Ghalib ibn Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya dengan Rasulullah SAW., pada kakeknya Murrah ibn Ka'ab ibn Lu'ai. Dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu Al Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim.
Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al Athrabulusi, sebagaimana disebutkan dalam Al Bidayah dari Aisyah ra, ia berkata ; Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah SAW. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah SAW., ketika bertemu dia berkata: Wahai Abul Qosim (panggilan Rasulullah SAW), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?. Rasulullah SAW., bersabda : “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah SWT., dan aku mengajak kamu kepada Allah SWT.
Setelah selesai Rasulullah SAW., berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk Islam. Melihat keIslamannya itu beliau gembira sekali ,tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Saad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, merekapun masuk Islam. Hari berikutnya Abu bakar menemui Utsman bin Mazhum,Abu Ubaidah bin Jarrah,Abdurarahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Saad, dan Arqam bin Abil Arqam, mereka kemudian dapat menerima Islam.
Istrinya Qutaylah bint Abdul  Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman ibn Abi Bakar menerima Islam. Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW., untuk menemaninya hijrah ke Yastrib (622 M).  Namun saat ditengah perjalanan mereka dikejar oleh utusan para kabilah Quraisy, sehingga mereka mencari tempat untuk sembunyi. Mereka menemukan sebuah gua dan Abu Bakar menyarankan untuk sembunyi disana. Setelah Rasulullah SAW., menyetujuinya  ia melarangnya masuk kedalam. Ia memasukinya terlebih dahulu dan mencari kalau ada lubang tempat tinggal hewan liar. Saat ia temukan ia menutupnya dengan selembar kain kecuali satu lubang karena kainnya telah habis.
Setelah itu mereka beristirahat disana, hingga Rasulullah SAW terlelap. Ia melihat ada ular keluar dari lubang (yang tidak ditutupinya) lalu ia menutupinya dengan kakinya, sehingga ular itu menggigit kakinya ia menagis namun ia tidak mengatakannya kepada Rasulullah SAW., karena takut membangunkannya. Tetapi ia tidak menyadari bahwa air matanya menetes ke pipi Nabi Muhammad SAW, sehingga beliau terbangun. Beliau melihat Abu Bakar  sedang menagis lalu berkata, "Katakanlah wahai Abu Bakar Mengapa kamu menagis?" Mendengar hal itu ia terkejut karena tidak tahu bahwa Rasulullah SAW., telah terjaga dari tidurnya. Maka ia pun menjawab,"Sesungguhnya aku melihat lubang sarang hewan melata disana dan ia(hewan itu) hendak keluar maka aku tutupi lubang itu dengan kakiku supaya tidak mengganggumu wahai Rasul Allah." Mendengar hal itu Rasulullah SAW.,menangis lalu berkata," Berikan kakimu", kemudia beliau meludahinya dan seketika luka Abu Bakar sembuh. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju Yastrib.

2.    Proses pemilihan Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Nabi Muhammad saw,. Tidak menunjuk siapa yang akan menggantikan sepeninggalnya dalam memimpin umat yang baru terbentuk. Memang wafatnya beliau mengejutkan, tetapi sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir ketika beliau mengalami gangguan kesehatan sekurang-kurangnya selama tiga bulan, Nabi Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba. 
Masalah suksesi mengakibatkan umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya, Nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantara sesama pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dilambatkannya pemakaman jenazah beliau menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Ada tiga golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini; Ansor, Muhajirin, dan keluarga Hasyim. 
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bani Saidah di Madinah, kaum Ansor mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang yang paling layak untuk menggantikan Nabi. Dipihak lain ada sekelompok orang yang menghendaki Ali ibn Abi Tholib, karena Nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya. 
Situasi itu demikian kritis, pedang hampir saja terhunus dari sarungnya. Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khattab, dan Abu Ubaidah ibn Jarrah yang dengan semacam kup (coup d’etat) terhadap kelompok, memaksa AbuBakar sendiri sebagai deputy Nabi. Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar.
Dengan semangat ukhuwah islamiyyah terpilihlah Abu Bakar. Dia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak mula pertama menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Muhammad.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasulullah SAW., Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah.  Berikut pidato perdana Abu Bakar ketika diangkat sebagai pengganti peran dan posisi Rasulullah SAW., dalam masyarakat, “Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang yang kaut bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah SWT akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku patuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, jika aku tidak menaati kepada Allah SWT dan rasul-Nya, sekali-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah SWT merahmatimu”.
Ucapan pertama kali ini menunjukkan garis besar politik dan kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahannya. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari taqwa.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah SAW., bersifat sentral. Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Rasulullah SAW., Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah untuk menyelesaikan suatu masalah.

3.    Prestasi Besar
a.    Kebijakan Pemerintahan
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya. diantara kebijaksanaannya adalah sebagai berikut.
1)   Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama.
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara perbuatan makar tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah.
2)   Kebijaksanaan Kenegaraan
Diantara kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan, diuraikan sebagai berikut.
a)    Bidang eksekutif
Pendelegasian tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi dibentuk seorang amir.
b)   Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Diantara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
c)    Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khatthab dan selama pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim.
d)   Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip dengan Baitul Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infaq, shadaqah, ghanimah, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.

b.   Perang Riddah
Abu Bakar ra menjadi khalifah hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Rasulullah SAW., dengan sendirinya batal setelah Nabi SAW., wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar  menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid bin Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi Ibnu Habib Al Hanafi yang lebih dikenal dengan nama Musailamah Al Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai Nabi baru menggantikan Rasulullah SAW. Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid.

c.    Kodifikasi Al Quran
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Quran. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah dalam perang Riddah, banyak penghafal Al Quran yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Quran. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah dikumpulkan lembaran-lembaran Al-quran dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks Al Quran hingga yang dikenal hingga saat ini.

d.   Pembebasan dan Penyebaran Islam
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar ra mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid ra, dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah  Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Hasanah. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid ra, diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.

4.    Wafat
Abu Bakar meninggal pada jumadil akhir tahun 13 H/ 634 M di Madinah pada usia 63 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah Aishah di dekat masjid Nabawi, di samping makam Rasulullah SAW. Disaat Abu Bakar wafat, barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah.


II.    Khalifah Umar Bin Khattab
1.    Biografi
Umar bin Khattab (581 - 644 M), nama lengkapnya  Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza, lahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Nama lain/ julukan beliau adalah Abu Hafsh. Abu Hafsh adalah julukan bagi Umar bin Khattab. Beliau adalah orang pertama yang dijuluki sebagai Amirul Mukminin secara luas oleh umat. Beliau juga dijuluki dengan Al Faruq, karena sikap beliau yang sangat tegas dalam memisahkan kebenaran dari kebatilan. Dialah sahabat pertama yang berani berterus terang memeluk Islam. Dengan keIslamannya inilah dakwah Rasulullah SAW., semakin bertambah kuat. Masuk Islamnya Umar merupakan bukti dikabulkannya do’a beliau, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara dua Umar yang lebih Kau cintai; Umar bin Khaththab atau Amr bin Hisyam/Abu Jahal.” Demikian tertulis dalam Kitab Fawa’id Dzahabiyah.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal, karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Rasulullah SAW., Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Rasulullah SAW., saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang Muslim yakni Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya Hafshah juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Quran (QS. Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Quran tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW., wafat persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Rasulullah SAW., tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan, "Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati." Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Quran :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran (3); 144). Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan pemakaman dilaksanakan.
2.    Menjadi Khalifah
Ketika Abu Bakar ra sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar ra, menjadi Khalifah Rasulillah dengan memperkenalkan istilah Amirul Mu'minin (pemimpin orang-orang yang beriman).
Umar Bin Khattab memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/ 634-644 M). Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan Islam pada zaman Umar.
3.    Prestasi Besar
a.    Pembebasan dan penyebaran Islam ke beberapa Wilayah
Di zaman Umar bin Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M.  Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar ra, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
b.   Perang Yarmuk
Pada pertempuran Yarmuk terjadi di sebuah daerah dekat Damaskus. Pertempuran Yarmuk adalah perang antara Muslim Arab dan Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 636. Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen. Pertempuran ini merupakan salah satu kemenangan Khalid bin Walid yang paling gemilang, dan memperkuat reputasinya sebagai salah satu komandan militer dan kavaleri paling brilian di zaman Pertengahan.
Pertempuran ini terjadi empat tahun setelah Rasulullah SAW., wafat. dilanjutkan oleh khalifah pertama, Abu Bakar, yang mencoba membawa seluruh bangsa yang bertutur bahasa Arab di bawah kendali Muslim. Pada 633 pasukan Muslim menyerang Suriah, dan setelah berbagai penghadangan dan pertempuran kecil berhasil merebut Damaskus pada 635. Kaisar Romawi Timur Heraclius mengatur sebuah pasukan sekitar 40.000 orang setelah mengetahui lepasnya Damaskus dan Emesa. Pergerakan pasukan Romawi Timur yang besar ini, menyebabkan Muslim di bawah Khalid ibn Walid meninggalkan kota-kota, dan mundur ke selatan menuju Sungai Yarmuk, sebuah penyumbang Sungai Yordan.
Sebagian pasukan Romawi Timur di bawah Theodore Sacellarius dikalahkan di luar Emesa. Muslim di bawah Khalid ibn Walid bertemu komandan Romawi Timur lainnya, Baänes di lembah Sungai Yarmuk pada akhir Juli. Baänes hanya memiliki infantri untuk melawan kavaleri ringan Arab, karena Theodor telah mengambil kebanyakan kavaleri bersamanya.  Setelah sebulan pertempuran kecil-kecilan, tanpa aksi yang menentukan, kedua pasukan akhirnya berkonfrontasi pada 20 Agustus.
Menurut sumber Muslim, datanglah pertolongan Allah SWT., kepada tentara Islam dengan berhembusnya angin selatan yang kuat meniup awan debu ke muka orang Kristen, kejadian ini sama persis seperti yang terjadi pada pasukan persia dalam pertempuran Qadisiyyah. Prajurit menjadi lesu di bawah panas matahari Agustus. Meskipun begitu Khalid terdorong mundur, namun meskipun jumlah pasukannya hanya setengah prajurit Romawi Timur, mereka lebih bersatu dari pada pasukan multinasional Tentara Kekaisaran yang terdiri dari orang Armenia, Slavia, Ghassanid dan juga pasukan Romawi Timur biasa.
Menurut beberapa sumber, Muslim berhasil memengaruhi unsur-unsur di pasukan Romawi Timur untuk beralih sisi, tugas ini dipermudah oleh kenyataan bahwa Kristen Arab, Ghassanid, belum dibayar selama beberap bulan dan yang Kristen Monophysitenya ditekan oleh Ortodoks Romawi Timur. Sekitar 12.000 Arag Ghassanid membelot. Kemajuan pasukan Kristen di sisi kanan, menuju kamp berisi wanita Arab dan keluarganya, akhirnya diusir dengan bantuan dari beberapa wanita Arab. Dan memperbaharui serangan-balik. Kebanyakan prajurit Bannes dikepung dan dibantai, atau digiring menuju kematiannya di sebuah jurang terjal. Sebagai hasilnya, seluruh Suriah terbuka bagi Muslim Arab. Damaskus direbut kembali oleh Muslim dalam waktu sebulan, dan Yerusalem jatuh tidak lama kemudian.
c.    Pertempuran Qadissiyah
Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (636 M), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pasukan Muslim mengirim delegasi ke kamp pasukan Persia dengan mengajak mereka memeluk Islam atau tetap dalam keyakinan mereka tetapi dengan membayar pajak atau jizyah. Setelah tidak dicapai kesepakatan diatas, pecahlah pertempuran. Sa'ad sendiri tidak bisa memimpin langsung pasukannya dikarenakan sakit bisul yang parah. Tetapi dia tetap memonitor jalannya pertempuran bersama deputinya Khalid bin Urtufah.
Hari pertama pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak Persia dan hampir saja pasukan Muslim akan menemui kekalahan dengan tidak imbangnya jumlah pasukannya dengan pasukan Persia yang lebih besar. Pasukan Persia menggunakan gajah untuk memporak-porandakan barisan Muslim dan ini sempat membuat kacau kavaleri Muslim dan kebingungan di antara mereka bagaimana cara untuk mengalahkan gajah-gajah tersebut. Keadaan seperti ini berlangsung sampai dengan berakhirnya hari kedua pertempuran.
Memasuki hari ketiga, datanglah bala bantuan Muslim dari Syria (setelah memenangkan pertempuran Yarmuk). Mereka menggunakan taktik yang cerdik untuk menakut-nakuti gajah Persia yaitu dengan memberi kostum pada kuda-kuda perang. Taktik ini menuai sukses sehingga gajah-gajah Persia ketakutan, akhirnya mereka bisa membunuh pemimpin pasukan gajah ini dan sisanya melarikan diri kebelakang menabrak dan membunuh pasukan mereka sendiri. Pasukan Muslim terus menyerang sampai dengan malam hari.
Pada saat fajar hari keempat, datanglah pertolongan Allah SWT. dengan terjadinya badai pasir yang mengarah dan menerpa pasukan Persia sehingga dengan cepat membuat lemah barisan mereka. Kesempatan emas ini dengan segera dimanfaatkan pihak Muslim, menggempur bagian tengah barisan Persia dengan menghujamkan ratusan anak panah. Setelah jebolnya barisan tengah pasukan Persia, panglima perang mereka Rustam terlihat melarikan diri dengan menceburkan diri dan berenang menyeberangi sungai, tetapi hal ini diketahui oleh pasukan Muslim yang dengan segera menawan dan memenggal kepalanya.
Pasukan Muslim yang berhasil memenggal kepalanya adalah Hilal bin Ullafah. Setelah itu dia berteriak kepada pasukan Persia dengan mengangkat kepala Rustam : "Demi penjaga Ka'bah! Aku Hilal bin Ullafah telah membunuh Rustam!". Melihat kepala panglima perangnya ditangan pasukan Muslim, pasukan Persia menjadi hancur semangatnya dan kalang kabut melarikan diri dari pertempuran. Sebagian besar pasukan Persia ini berhasil dibunuh dan hanya sebagian kecil saja yang mau memeluk agama Islam. Dari Pertempuran ini, pasukan Muslim memperoleh ghanimah atau rampasan perang yang sangat banyak, termasuk perhiasan kekaisaran persia.
Setelah pertempuran ini, pasukan Muslim terus mendesak masuk dengan cepat sampai dengan ibukota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. setelah itu mereka melanjutkan ke arah timur dan mematahkan dua kali serangan balasan dari pasukan Persia yang pada akhirnya berhasil menghancurkan kekaisaran Persia dan menjadikannya daerah Muslim sampai saat ini
d.   Pembebasan Baitul Makdis
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
e.    Reformasi Birokrasi
1)   Reformasi Sistem Administrasi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ra segera mengatur  administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
2)   Reformasi Lembaga Negara
Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Baitul Mal dan membentuk mata uang.
3)   Menentukan Sistem Kalender Islam
Pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Rasulullah SAW., dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Rasulullah SAW. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622 M.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (Qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
4.    Wafat
Beliau pun menunaikan tugas khalifah dengan baik hingga akhirnya mati syahid terbunuh pada bulan Dzulhijjah tahun 23 hijriyah dengan usia 63 tahun. Kekhalifahan beliau berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan lebih 3 hari. Semenjak tanggal 23 Jumadil Akhir 13 hijriyah hingga 26 Dzulhijjah tahun 23 hijriyah demikian dikatakan dalam kitab Al Is’aad fi Syarhi Lum’atil I’tiqad, dan Syarah Lum’ah.
Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar ra wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Bin Affan sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat bersaing dengan Ali ibn Abi Thalib ra.
Semasa masih hidup Umar bin Khattab meninggalkan wasiat yaitu:
a.    Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
b.    Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
c.    Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
d.    Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
e.    Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
f.     Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya

III.Khalifah Usman Bin Affan
1.    Biografi
Usman bin Affan lahir pada 574 M golongan Bani Umayyah. Nama beliau ra. adalah ’Utsman bin ’Affan bin al-’Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, al-Quraisyi al-Umawi al-Makki. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah.
Usman bin Affan berasal dari suku Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Adalah sahabat Nabi Rasulullah SAW., yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al Quran. Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat Nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.
Utsman bin Affan menikah dengan Ruqayyah puteri Rasulullah SAW., yang meninggal saat sebelum Perang Badar terjadi, sehingga ’Utsman bin Affan tidak ikut perang Badar ini karena merawat Ruqayyah (namun ’Utsman ra. tetap mendapat pahala Perang Badar). Kemudian Rasulullah SAW., menikahkan puteri beliau yang lain yakni Ummu Kultsum, dari peristiwa ini sehingga ’Utsman bin Affan mendapat gelar Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya.
Utsman bin Affan masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As Sabiqun Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah SAW., sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum Muslimin.
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasulullah SAW., ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bin Affan bersama istri dan kaum Muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekkah, Utsman bin Affan mengikuti Rasulullah SAW., untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman bin Affan diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasulullah SAW., memimpin perang, Utsman bin Affan dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rummah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.  Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman bin Affan juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
2.    Menjadi Khalifah
Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur. Jadi, Usman Bin Affan menjabat sebagai khalifah berdasarkan kesepakatan ahlu syura.
Selama masa jabatannya, Utsman bin Affan banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Usman bin Affan mengangkat para kerabatnya dari bani Umaiyyah menduduki berbagai jabatan. Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari berbagai jabatan mereka dan digantikan oleh orang yang diutamakan dari kerabatnya.
Di tahun 25 Hijriah, Usman bin Affan memecat Sa'ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai gantinya diangkatlah Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ith (seorang shahabat dan saudara seibu dengan Usman bin Affan). Inilah sebab pertama dituduhnya Usman bin Affan melakukan nepotisme.
Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang banyak orang terhadap Usman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan sandaran oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba' dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah.
Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakan dan konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka kemudian mengirim utusan kepada Usman bin Affan guna menggugat kebijakannya dan alasan pemecatan sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam pertemuan ini, utusan tersebut berbicara kepada Usman bin Affan dengan bahasa yang kasar sekali sehingga membuat dadanya sesak. Beliau lalu memanggil semua pimpinan pasukan untuk dimintai pendapatnya.
Akhirnya, berkumpullah di hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin negeri Syam), Amr ibnul Ash (pemimpin negeri Mesir), Abduliah bin Sa'ad bin Abi Sarh (pemimpin negeri Maghrib), Sa'id ibnul Ash (pemimpin negeri Kufah), dan Abdullah bin Amir (pemimpin negeri Bashrah). Kepada mereka, Usman bin Affan meminta pandangan mengenai peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul, masing-masing dari mereka kemudian mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan dan mendiskusikannya, akhirnya Usman bin Affan memutuskan untuk tidak melakukan penggantian para gubernur dan pembantunya.
3.    Prestasi Besar
a.    Pembebasan dan Perluasan Wilayah
Pada periode ini, seluruh Khurasan berhasil ditaklukkan. Demikian pula Afrika sampai Andalusia. Negeri-negeri Khurasan ditaklukkan pada tahun ke-30 Hijriah sehingga banyak terkumpul kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri kepada kaum Muslimin.
Pada tahun 32 Hijriah, Abbas bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Mas'ud, dan Abu Darda' wafat. Orang -orang yang pernah menjabat sebagai hakim negeri Syam sampai saat itu ialah Mu'awiyah, Abu Dzarr bin Jundab bin Junadah al-Ghiffari, dan Zaid bin Abdullah. Pada tahun ke-33 Hijriah, Abdullah bin Mas'ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah.
b.   Pembukuan (kodifikasi) Al Quran
Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al Quran dalam satu mushaf.
Pada masa pemerintahan Usman bin  Affan terjadi perluasan wilayah Islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat Islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja ('Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan Muslim yang bernama Hudzaifah bin Al Yaman.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu memimpin pasukan Muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan dan Irak menghadap Utsman bin Affan dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al Quran yang mengarah kepada perselisihan. Ia berkata : "wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani ".
Lalu Utsman bin Affan meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Utsman bin Affan yang anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al'Ash, Abdurrahman bin Al  Haris dan lain-lain.
Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al Quran ini terjadi pada tahun 25 H, Utsman bin Affan berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka. Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al Quran selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf.
Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf Al Imam. Tindakan Utsman bin Affan untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat Islam sehingga ia manual pujian dari umat Islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm Al Anbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
c.    Perluasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Usman Bin Affan adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan ibadah Haji.
Pada tahun 26 Hijriah, Usman bin Affan melakukan perluasan Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari para pemiliknya lalu disatukan dengan masjid. Tahun 29 Hijriah, negeri-negeri lain berhasil ditaklukkan. Pada tahun ini, Usman bin Affan memperluas masjid Madinah dan membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari batu dan atapnya dari kayu
d.   Pembentukan Angkatan Laut
Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir akan membebani kaum Muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman bin Affan maka gagasan itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum Muslimin memang harus ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah luas setelah menaklukkan pulau Cyprus meski harus melewati peperangan yang melelahkan.
Usman Bin Affan juga mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat.
4.    Sebab Timbulnya Pemberontakan
Sebagai diketahui, Utsman berasal dari Bani Umaiyah. Suatu keluarga yang besar. Banyak anggota keluarga ini yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan bangsa Arab sebelum dan sesudah Islam. Utsman adalah seorang yang kaya raya lagi pemurah dan berkehidupan makmur. Kekayaannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan ada pula yang daapt diberikannya kepada fakir miskin.
Kekayaan pribadinya habis digunakannya untuk keperluan derma dan fi sabilillah. Perasaan suka memberi tiada memberi yang tiada batas ini masih bersemi didalam jiwanya. Ketika inilah beliau mendapat kecaman dalam mempergunakan uang Baitulmal. Harta baitulmal itu dipakai untuk pribadinya dan ada pula yang diberikannya untuk kaum kerabatnya. Seakan-akan beliau tidak sadar bahwa harta Baitulmal itu adalah kepunyaan kaum Muslimin.
Keadaan yang buruk ini tidak hendak dibiarkan demikian saja. Negara yang lemah terhuyung-huyung itu tidaklah dibiarkan jatuh terjerembab. Dan menyingsinglah fajar tahun yang ketujuh dari pemerintah Utsman , maka bangkitlah para sahabat terkemuka untuk memberi nasihat kepada khalifah yang telah tua itu, supaya beristirahat atau mengundurkan diri. Tetapi Utsman bin Affan salah terima dan menjawab. “Kenapa Aku akan menanggalkan pakaian yang telah dipakaikan kepada Tuhan-Ku”. Akibat hal ini, kebencian rakyat tak dapat dihentikan lagi. Meletus dari simpanan hati mereka, mengakibatkan menjadi kegentingan dan pemberontakan-pemberontakan. Banyak kaum Muslimin yang telah meninggalkan Utsman bin Affan. Hilanglah kawan-kawannya dan orang-orang yang tempat ia menumpahkan kepercayaan, kecuali kaum kerabatnya.
Akhirnya mencetuslah pemberontakan di kufah, Basrah dan Mesir. Segala perasaan yang tersimpan didalam hati, mereka keluarkan dan mreka teriak-teriakkan. Beberapa orang pembesar yang berdiri dibelakang pemberontak ikut mengecam tindakan Utsman. Tampillah Abdullah Ibn Saba’ seorang yang mengaku Islam dari orang Yahudi. Ia dapat merangkul dari beberapa sahabat. Pikiran dan sahabat-sahabat besar itu dapat dipergunakan untuk memperkuat hujatannya. Para sahabat tersebut antara lain ialah Abu Zar Al Ghifari, Ammar Ibn Yasir dan Abdullah Ibn Mas’ud
Sesungguhnya pemberontakan yang dilakukan oleh Abdullah Ibn Saba’ itu bukan dengan maksud untuk memperbaiki keadaan yang telah buruk dan rusak. Sebagai seorang Yahudi dia memasuki agama Islam tidak dengan jujur dan sepenuh hati. Ia tidak mengingini adanya kebaikan-kebaikan dalam Islam dan kaum Muslimin. Sudah lama ia mencari kesempatan hendak mengadakan hura-hura. Sekaang kesempatan itu terbuka dan telah ditangannya pula akan dipergunakan sebaik-baiknya. Sesungguhnya setiap orang dapat berbuat salah dan khilaf. Karena kedua sifat itu tidak dapat dihindari, sudah menjadi setiap orang.   Kesalahan dan kekhilafan itu pasti akan dapat diperbaiki. Bila mana ada kemauan dan maksud baik untuk itu. Tetapi Abdullah Ibn Saba’ tidaklah bermaksud untuk memperbaikinya. Hatinya gembira menemui kesalaha-kesalahan Utsman bin Affan.
Kesempatan yang dipergunaakn Abdullah Ibn Saba’ ini berhasil. Pertama-tama dihidupkannya suatu aliran dan dipropagandakan sehingga banyak mendapat pengikut terutama kepada pencinta Ali Bin Abi Thalib yang selama ini ditekan oleh keluarga Umaiyah.  Aliran yangdipropaganda itu, ialah aliran yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan “Mazhab Wishayah”. Dinyatakan bahwa ada wasiat dari Rasulullah SAW., untuk menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah sesudah beliau wafat. Sebab sudah biasanya Nabi mengadakan wasiat serupa itu menentukan khalifah dibelakangnya.
Abdullah bin Saba’ bekerja membangkitkan keraguan dan dikumpulkannya pengikutnya, begitu juga orang yang membenci utsman. Kemudian orang yang memberontak itu menyerbu Madinah. Hanya beberapa orang pemuda Islam yang tampil mempertaruhkan dirinya, berdiri dimuka pintu Utsman bin Affan  untuk melindungi dan membela beliau, tetapi pemuda itu tiada berdaya menghalang pemberontak. Pemberontak menerobos masuk dengan memanjat rumah Khalifah dan menyerang beliau yang sedang membaca al-Qur’an, lalu mereka bunuh. Istri beliau yang berusaha menghambat serangan kaum pemberontak tak luput pula menerima akibat jari tangannya putus akibat terkena pukulan kaum pemberontak.
5.    Wafat
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak, yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah SAW perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah usman oleh para pemberontak selama 40 hari.usman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

IV. Khalifah Ali Bin Abi Thalib
1.    Biografi
Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu sekaligus menantu dari Rasulullah SAW., setelah menikah dengan Fatimah Az Zahra.
Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali bin Abi Thalib dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya keNabian Muhammad, diperkirakan tahun 599 Masehi atau 600. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali bin Abi Thalib dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali bin Abi Thalib terhadap Rasulullah SAW., masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Rasulullah SAW., Haydar yang berarti Singa  adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggil dengan Ali bin Abi Thalib yang berarti tinggi (derajat di sisi Allah).
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali bin Abi Thalib, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah SAW., karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Rasulullah SAW., bersama  istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali bin Abi Thalib dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Rasulullah SAW., sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Rasulullah SAW., menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali bin Abi Thalib adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang kedua yang percaya setelah Khadijah.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali bin Abi Thalib banyak belajar langsung dari Rasulullah SAW., karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Rasulullah SAW., hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah SAW., khusus kepada beliau tapi tidak kepada sahabat-sahabat yang lain.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali bin Abi Thalib dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau taSAWuf menggembleng Ali bin Abi Thalib menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Ali bin Abi Thalib bersedia tidur di kamar Rasulullah SAW., untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Rasulullah SAW.,. Beliau tidur menampakkan kesan Rasulullah SAW., yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali bin Abi Thalib yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Rasulullah SAW., yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali bin Abi Thalib dinikahkan dengan putri kesayangannya Fatimah Az Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali bin Abi Thalib yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai keNabian Muhammad (setelah Khadijah).
Ketika Rasulullah SAW., mencari Ali bin Abi Thalib menantunya, ternyata Ali bin Abi Thalib sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Rasulullah SAW., pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali bin Abi Thalib sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab  yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali bin Abi Thalib.
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Rasulullah SAW., wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali bin Abi Thalib harus menjadi Khalifah bila Rasulullah SAW., wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Keturunan Ali bin Abi Thalib melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangSAWan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.,, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah. Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid.
2.    Menjadi Khalifah
Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali bin Abi Thalib dengan sebutan Imam, sehingga Ali menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam.
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali bin Abi Thalib berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibaiat secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda. Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun.
Pemerintahan Khalifah Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum Muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadi perang Jamal. Dikatakan demikian, karena Aisyah waktu itu mengendai Unta. Pemberontakan yang kedua datang dari Mu’awiyah, yang menolak meletakkan jabatan, bahkan menempatkan dirinya setingkat dengan khalifah walaupun ia hanya sebagai gubernur syuriah, yang berakhir dengan perang shiffin.
Pemberontakan pertama diawali oleh penarikan baiat oleh Thalhah dan Zubeir, karena alasan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menghukum pembunuh Khalifah Utsman bin Affan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah dengan mengajukan kompromi, tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi pertempuran antara Khalifah Ali bin Abi Thalib disatu pihak dengan Thalhah, Zubair dan Aisyah dipihak yang lain. Perang ini terjadi pada tahun 36 H. Thalhah dan Zubeir terbunuh ketika hendak melarikan diri dan Aisyah dikembalikan ke Medinah. Dan puluhan ribu ummat Islam gugur pada peperangan ini.  Setelah khalifah menyelesaikan pemberontakan Thalhah dan Zubair, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke Kufah, sehingga Medinah tidak lagi menjadi ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada seorang khalifahpun setelahnya yang menjadikan Medinah sebagai pusat kekuasaan Islam.
Peperangan antara ummat Islam terjadi lagi, yaitu antara khalifah Ali bersama pasukannya dengan Mua’wiyah sebagai gubernur Syuriah bersama pasukannya. Perang ini terjadi karena Khalifah Ali bin Abi Thalib merasa perlu untuk menyelesaiakan pemberotakan Muawiyah yang menolak peletakan jabatan dan secara terbuka menentang khalifah serta tidak mengakuinya. Peperangan ini terjadi di kota Shiffin pada tahun 37 H yang hampir saja dimenangkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun dengan kecerdikan Muawiyah yang dimotori oleh panglima perangnya Amr bin Ash, mengacungkan Al Quran dengan tombaknya, yang mempunyai arti, bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al Quran. Khalifah Ali bin Abi Thalib tahu benar, bahwa hal tersebut adalah tipu muslihat, namun karena didesak oleh pasukannya, khalifah menerima tawaran tersebut. Akhirnya terjadi peristiwa tahkim yang secara politis khalifah Ali mengalami kekalahan, karena Abu Musa al-Asy’ari sebagai wakil hhalifah menurunkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah sementara Amru bin Ash tidak menurunkan Mu’awiyah sebagai Gubernur Syuriah, bahkan menjadikan kedudukannya setingkat Khalifah.
Peristiwa tahkim tersebut menyebabkan sebagian pengikut Ali bin Abi Thalib tidak setuju, dan mereka keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, kemudian mereka menjadikan Nahrawan sebagai markasnya serta terus menerus merongrong pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Golongan yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib tersebut biasa disebut sebagai Khawarij. Kerepotan Khalifah dalam menyelesaikan kaum khawarij ini digunakan Muawiyah untuk merebut Mesir. Padahal Mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan supali ekonomi dari fihak Ali bin Abi Thalib.
Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan hilangnya sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena dikuasai oleh Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib menurun, sementara Muawiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah. Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orang-orang yang tidak disenangi. Dan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H (661 M) Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij, yaitu Ibnu Muljam.
Beberapa ibrah dari peristiwa-peristiwa di atas adalah :
a.    Ali bin Abi Thalib dan pihak Aisyah, Thalhah dan Zubair sama-sama sepakat bahwa pembunuh Utsman harus diqishash, akan tetapi kedua belah pihak berselisih mengenai mana urusan yang lebih dulu dilakukan. Akan tetapi kedua pihak ini kemudian melakukan perdamaian dan menyerahkan urusan ini kepada kebijakan Ali.
b.    Konspirasi Yahudi yang didalangi oleh Abdullah bin Saba Yang memperkeruh keadaan di antara ummat Islam saat itu.
c.    Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah yang sah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, sebab orang-orang telah membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Adapun tindakan Mu’awiyah merupakan suatu pembangkangan terhadap khalifah yang sah. Akan tetapi pembangkangan Mu’awiyah itu adalah berdasarkan ijtihadnya. Mu’awiyah berpendapat bahwa khilafah Ali bin Abi Thalib belum sah tanpa bai’at dari Mu’awiyah dan penduduk Syam. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib pun telah mengakui akan hal itu, bahwa apa yang dilakukannya dan yang dilakukan Mu’awiyah adalah berdasarkan ijtihad masing-masing.
d.    Jika kita memperhatikan sikap kaum khawarij sejak revolusi dalam rangka mendukung dan membela Ali bin Abi Thalib hingga kemudian membangkang dan memusuhinya, karena mereka adalah merupakan korban ekstrimisme semata-mata.
e.    Kaum khawarij umumnya adalah orang Arab Badwi yang berwatak keras, mereka tidak terlalu paham mengenai kaidah-kaidah ilmu. Mereka menganggap tahkim kepada Abu Musa dan Amr bin Ash sebagai tahkim kepada manusia. Padahal tidaklah Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bertahkim melainkan kepada Kitab Allah. Akan tetapi Al Qur`an adalah tertulis, dan yang membunyikannya adalah manusia.  Maka mereka menjadikan Abu Musa dan Amr bin Ash sebagai mujtahid untuk memberi keputusan berdasarkan Al Qur`an mengenai hal ini.
3.    Prestasi Besar
Sebagai seorang shahabat Rasulullah SAW. yang dididik oleh beliau sejak kecil, Ali benar-benar tumbuh menjadi seorang yang memiliki banyak keistimewaan dan mampu mengukir berbagai prestasi, sejak kecil hingga ia menjadi Khalifah.
Namun didalam buku-buku sejarah sangat jarang mencatat penaklukan-penaklukan wilayah-wilayah baru yang dilakukan pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib. Akan tetapi meskipun menghadapi berbagai masalah dalam negeri yang pedih namun beliau mampu mempertahankan wilayah-wilayah yang sudah ditaklukan. Para amir diwilayah-wilayah taklukan sangat serius menghadapi serangan musuh-musuh dari luar. Para prajurit yang berjaga-jaga di tapal batas benar-benar melaksanakan kewajiban mereka dengan baik dalam menjaga dan mengamankan wilayah Islam.
Imam Ath Thabari dan Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Kaisar Konstantin bermaksud menyerang wilayah kaum Muslimin dengan membawa seribu armada artileri pada tahun 35 H. Namun Allah mengirim angin topan yang sangat hebat hingga menenggelamkannya bersama pasukannya. Tidak ada yang selamat kecuali dia bersama segelintir orangs aja dari kaumnya.
Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa pada tahun 39 H penduduk Persia dan pegunungan menolak membayar pajak dan tidak mau taat. Bahkan mereka mengusir Sahal bin Hunaif wakil yang dikirim kesana yang dikirim kesana. Lantas Ali bin Abi Thalib menunjuk Ziyad bin Abihi menjadi wali wilayah Persia dan Kirmaan. Ziyad adalah seorang yang keras pendirian dan ahli dalam siasat. Ia bergerak menuju wilayah tersebut  dengan empat ribu pasukan berkuda. Ia berhasil menundukkannya hingga penduduknya kembali istiqamah, membayar pajak dan kembali patuh dan taat. Ia memerintah dengan adil dan amanah dan membangun istana di sana yang terkenal dengan sebutan Istana Ziyad.
Kemudian sekembalinya dari peperangan Shiffin Ali bin Abi Thalib mengirim Ja'dah bin Hubairah Al Makhzumi ke wilayah Khurasan. Karena sebagian penduduk disana menolak untuk taat dan patuh. Ia mengurung penduduk Naisabur hingga akhirnya mereka sepakat berdamai.
4.    Wafat
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah,  pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali bin Abi Thalib menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali bin Abi Thalib dikuburkan secara rahasia di Najaf.


Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Template Designed By Templateism | Distributed By Blogger Template